Minggu, 01 Juli 2012

KH HAMBALI (Lasem-Rembang)


Kali ini kami hadirkan sosok Ulama Besar lainnya dari Rembang, tepatnya di Caruban Lasem, Rembang. Mbah Hambali begitu kami memanggilnya. Beliau masih keturunan dari Sunan Kalijogo ke-6. Perawakannya tidak tinggi, kecoklatan, dan berewokan seperti galak tapi lembut hatinya.Bagi yang ingin sowan ke sana perbanyak sholawat dan Istighfar juga kirim Al-fatihah buat beliau, karena bila kita sedang ada masalah/keruwetan/hatinya dipenuhi kedengkian, maka tidak segan-segan beliau langsung bicara di depan orang banyak dengan maksud tarbiah menyadarkan. Tamu yang datang menggunakan bis, mobil, sepeda motor, dan sebagainya.  Lokasinya di pinggir pantai yang memiliki sumber air tawar yang tidak dimiliki tetangga lainnya.
Di sana ada pondok pesantren yang menampung santri dari mana-mana yang mengalami stress, frustasi, putus cinta dan sebagainya. Pondoknya beliau beri nama Pondok Bodo Alfrustasi.Bila ada yang ingin nyantri di sana sama sekali tidak dipungut bayaran apapun..Berikut penuturannya : ” Maaf di sini tidak sombong dan tidak sesumbar. Di sini juga bukan pondok pesantren hanya pondok-pondokan (Ponker). Siap menampung orang yang podo kesasar, dan podo buyar. Disamping menerima , menampung anak-anak yatim piatu, juga orang-orang yang kurang mampu, serta orang yang terbeku. Terus terang di sini tempat tak terhajar dan tak usah membawa bahan bakar . Asal siap ikhtiar dan Tawakal pada Tuhan Kang Maha Besar.”
Pengajiannya unik tidak mengaji kitab, tetapi ada yang ditempatkan di tambak garam miliknya,  dapur rumah, sebagai penerima tamu, dan tukang bangunan. Setiap malam Jum’at diadakan Tahlilan, ngaji Yassin, shalat Taubat, dan sebagainya.
Ketika Gus Miek wafat, Kiyai yang berputera banyak ini termasuk yang sangat sedih juga dekat dengan GusDur ini termasuk Kiyai khowarikul  ‘adah bicaranya tidak pernah secara harfiah/gamblang, namun selalu mengandung kinayah yang harus diterjemahkan secara bijaksana, dahulu bila  mendapat dawuh kami selalu minta pendapat mbah Wahab Kauman Rembang agar tidak salah mengerti.
Banyak cerita unik tentang beliau yang ketika sedang bepergian kehabisan bahan bakar, maka supirnya diminta berhenti di pinggir laut, seketika beliau masukkan air laut ke dalam tangki bensinnya, kemudian mobilnya jalan lagi. Sampai di rumah supirnya bercerita perihal abahnya kepada anak-anaknya, dan kemudian diikuti, dan apa yang terjadi, mobil bukannya jalan malahan mogok..
Pondok bangunan yang didirikan itu berkali-kali mengalami bongkar pasang diakibatkan masalah-masalah yang katanya ada seseorang yang menyumbang pondok tapi ga ikhlas, jadi dibongkar kembali.
Ada lagi kisah PSK yang diangkut dan dibawa ke kuburan dan di sana diperlihatkan siksa kubur, kemudian mereka bertobat.
Kiyai yang gemar memberikan ijasah sholawat dan ziarah poro Wali yang sebelumnya kami tidak pernah tau, suatu saat mengasingkan diri dan shalat di pinggir pantai, ternyata yang menjadi makmumnya ikan-ikan di laut, cumi, udang, dan lain-lain..Subhannallah.
Betapa mulianya kiprah beliau di sana meminimalisasi kejahatan, pengangguran, melakukan upaya pemeliharaan anak-anak Yatim menjadi anak yang sholeh/ah. Semua dikerjakan tanpa bantuan pemerintah, sumber dananya swadaya melalui usaha tambak ikan dan garam yang banyak menghasilkan untuk kemaslahatan ummat. Allahumma sholli ‘ala Sayyidina Muhammad.

KH.DALHAR (watucongol-magelang)


Mbah Kyai Dalhar lahir di komplek pesantren Darussalam, Watucongol, Muntilan, Magelang pada hari Rabu, 10 Syawal 1286 H atau 10 Syawal 1798 – Je (12 Januari 1870 M). Ketika lahir beliau diberi nama oleh ayahnya dengan nama Nahrowi. Ayahnya adalah seorang mudda’i ilallah bernama Abdurrahman bin Abdurrauf bin Hasan Tuqo. Kyai Abdurrauf adalah salah seorang panglima perang Pangeran Diponegoro. Nasab Kyai Hasan Tuqo sendiri sampai kepada Sunan Amangkurat Mas atau Amangkurat III. Oleh karenanya sebagai keturunan raja, Kyai Hasan Tuqo juga mempunyai nama lain dengan sebutan Raden Bagus Kemuning.
Diriwayatkan, Kyai Hasan Tuqo keluar dari komplek keraton karena beliau memang lebih senang mempelajari ilmu agama daripada hidup dalam kepriyayian. Belakangan waktu baru diketahui jika beliau hidup menyepi didaerah Godean, Yogyakarta. Sekarang desa tempat beliau tinggal dikenal dengan nama desa Tetuko. Sementara itu salah seorang putera beliau yang bernama Abdurrauf juga mengikuti jejak ayahnya yaitu senang mengkaji ilmu agama. Namun ketika Pangeran Diponegoro membutuhkan kemampuan beliau untuk bersama – sama memerangi penjajah Belanda, Abdurrauf tergerak hatinya untuk membantu sang Pangeran.
Dalam gerilyanya, pasukan Pangeran Diponegoro sempat mempertahankan wilayah Magelang dari penjajahan secara habis – habisan. Karena Magelang bagi pandangan militer Belanda nilainya amat strategis untuk penguasaan teritori lintas Kedu. Oleh karenanya, Pangeran Diponegoro membutuhkan figure – figure yang dapat membantu perjuangan beliau melawan Belanda sekaligus dapat menguatkan ruhul jihad dimasyarakat. Menilik dari kelebihan yang dimilikinya serta beratnya perjuangan waktu itu maka diputuskanlah agar Abdurrauf diserahi tugas untuk mempertahankan serta menjaga wilayah Muntilan dan sekitarnya. Untuk ini Abdurrauf kemudian tinggal di dukuh Tempur, Desa Gunung Pring, Kecamatan Muntilan. Beliau lalu membangun sebuah pesantren sehingga masyhurlah namanya menjadi Kyai Abdurrauf.

Pesantren Kyai Abdurrauf ini dilanjutkan oleh puteranya yang bernama Abdurrahman. Namun letaknya bergeser ke sebelah utara ditempat yang sekarang dikenal dengan dukuh Santren (masih dalam desa Gunung Pring). Sementara ketika masa dewasa mbah Kyai Dalhar, beliau juga meneruskan pesantren ayahnya (Kyai Abdurrahman) hanya saja letaknya juga dieser kearah sebelah barat ditempat yang sekarang bernama Watu Congol. Adapun kisah ini ada uraiannya secara tersendiri.
Ta’lim dan rihlahnya
Mbah Kyai Dalhar adalah seorang yang dilahirkan dalam ruang lingkup kehidupan pesantren. Oleh karenanya semenjak kecil beliau telah diarahkan oleh ayahnya untuk senantiasa mencintai ilmu agama. Pada masa kanak – kanaknya, beliau belajar Al-Qur’an dan beberapa dasar ilmu keagamaan pada ayahnya sendiri yaitu Kyai Abdurrahman. Menginjak usia 13 tahun, mbah Kyai Dalhar mulia belajar mondok. Ia dititipkan oleh sang ayah pada Mbah Kyai Mad Ushul (begitu sebutan masyhurnya) di Dukuh Mbawang, Desa Ngadirejo, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang. Disini beliau belajar ilmu tauhid selama kurang lebih 2 tahun.
Sesudah dari Salaman, mbah Kyai Dalhar dibawa oleh ayahnya ke Pondok Pesantren Al-Kahfi Somalangu, Kebumen. Saat itu beliau berusia 15 tahun. Oleh ayahnya, mbah Kyai Dalhar diserahkan pendidikannya pada Syeikh As_Sayid Ibrahim bin Muhammad Al-Jilani Al-Hasani atau yang ma’ruf dengan laqobnya Syeikh Abdul Kahfi Ats-Tsani. Delapan tahun mbah Kyai Dalhar belajar di pesantren ini. Dan selama di pesantren beliau berkhidmah di ndalem pengasuh. Itu terjadi karena atas dasar permintaan ayah beliau sendiri pada Syeikh As_Sayid Ibrahim bin Muhammad Al-Jilani Al-Hasani.
Kurang lebih pada tahun 1314 H/1896 M, mbah Kyai Dalhar diminta oleh gurunya yaitu Syeikh As_Sayid Ibrahim bin Muhammad Al-Jilani Al-Hasani untuk menemani putera laki – laki tertuanya yang bernama Sayid Abdurrahman Al-Jilani Al-Hasani thalabul ilmi ke Makkah Musyarrafah. Dalam kejadian bersejarah ini ada kisah menarik yang perlu disuri tauladani atas ketaatan dan keta’dziman mbah Kyai Dalhar pada gurunya. Namun akan kita tulis pada segmen lainnya.
Syeikh As_Sayid Ibrahim bin Muhammad Al-Jilani Al-Hasani punya keinginan menyerahkan pendidikan puteranya yang bernama Sayid Abdurrahman Al-Jilani Al-Hasani kepada shahib beliau yang berada di Makkah dan menjadi mufti syafi’iyyah waktu itu bernama Syeikh As_Sayid Muhammad Babashol Al-Hasani (ayah Syeikh As_Sayid Muhammad Sa’id Babashol Al-Hasani). Sayid Abdurrahman Al-Hasani bersama mbah Kyai Dalhar berangkat ke Makkah dengan menggunakan kapal laut melalui pelabuhan Tanjung Mas, Semarang. Dikisahkan selama perjalanan dari Kebumen, singgah di Muntilan dan kemudian lanjut sampai di Semarang, saking ta’dzimnya mbah Kyai Dalhar kepada putera gurunya, beliau memilih tetap berjalan kaki sambil menuntun kuda yang dikendarai oleh Sayid Abdurrahman. Padahal Sayid Abdurrahman telah mempersilahkan mbah Kyai Dalhar agar naik kuda bersama. Namun itulah sikap yang diambil oleh sosok mbah Kyai Dalhar. Subhanallah.
Sesampainya di Makkah (waktu itu masih bernama Hejaz), mbah Kyai Dalhar dan Sayid Abdurrahman tinggal di rubath (asrama tempat para santri tinggal) Syeikh As_Sayid Muhammad Babashol Al-Hasani yaitu didaerah Misfalah. Sayid Abdurrahman dalam rihlah ini hanya sempat belajar pada Syeikh As_Sayid Muhammad Babashol Al-Hasani selama 3 bulan, karena beliau diminta oleh gurunya dan para ulama Hejaz untuk memimpin kaum muslimin mempertahankan Makkah dan Madinah dari serangan sekutu. Sementara itu mbah Kyai Dalhar diuntungkan dengan dapat belajar ditanah suci tersebut hingga mencapai waktu 25 tahun.
Syeikh As_Sayid Muhammad Babashol Al-Hasani inilah yang kemudian memberi nama “Dalhar” pada mbah Kyai Dalhar. Hingga ahirnya beliau memakai nama Nahrowi Dalhar. Dimana nama Nahrowi adalah nama asli beliau. Dan Dalhar adalah nama yang diberikan untuk beliau oleh Syeikh As_Sayid Muhammad Babashol Al-Hasani. Rupanya atas kehendak Allah Swt, mbah Kyai Nahrowi Dalhar dibelakang waktu lebih masyhur namanya dengan nama pemberian sang guru yaitu Mbah Kyai “Dalhar”. Allahu Akbar.

Ketika berada di Hejaz inilah mbah Kyai Dalhar memperoleh ijazah kemusrsyidan Thariqah As-Syadziliyyah dari Syeikh Muhtarom Al-Makki dan ijazah aurad Dalailil Khoerat dari Sayid Muhammad Amin Al-Madani. Dimana kedua amaliyah ini dibelakang waktu menjadi bagian amaliah rutin yang memasyhurkan nama beliau di Jawa.
Riyadhah dan amaliahnya
Mbah Kyai Dalhar adalah seorang ulama yang senang melakukan riyadhah. Sehingga pantas saja jika menurut riwayat shahih yang berasal dari para ulama ahli hakikat sahabat – sahabatnya, beliau adalah orang yang amat akrab dengan nabiyullah Khidhr as. Sampai – sampai ada putera beliau yang diberi nama Khidr karena tafaullan dengan nabiyullah tersebut. Sayang putera beliau ini yang cukup ‘alim walau masih amat muda dikehendaki kembali oleh Allah Swt ketika usianya belum menginjak dewasa.
Selama di tanah suci, mbah Kyai Dalhar pernah melakukan khalwat selama 3 tahun disuatu goa yang teramat sempit tempatnya. Dan selama itu pula beliau melakukan puasa dengan berbuka hanya memakan 3 buah biji kurma saja serta meminum seteguk air zamzam secukupnya. Dari bagian riyadhahnya, beliau juga pernah melakukan riyadhah khusus untuk medoakan para keturunan beliau serta para santri – santrinya. Dalam hal adab selama ditanah suci, mbah Kyai Dalhar tidak pernah buang air kecil ataupun air besar di tanah Haram. Ketika merasa perlu untuk qadhil hajat, beliau lari keluar tanah Haram.
Selain mengamalkan dzikir jahr ‘ala thariqatis syadziliyyah, mbah Kyai Dalhar juga senang melakukandzikir sirr. Ketika sudah tagharruq dengan dzikir sirnya ini, mbah Kyai Dalhar dapat mencapai 3 hari 3 malam tak dapat diganggu oleh siapapun. Dalam hal thariqah As-Syadziliyyah ini menurut kakek penulis KH Ahmad Abdul Haq, beliau mbah Kyai Dalhar menurunkan ijazah kemursyidan hanya kepada 3 orang. Yaitu, Kyai Iskandar, Salatiga ; KH Dimyathi, Banten ; dan kakek penulis sendiri yaitu KH Ahmad Abdul Haq.
Sahrallayal (meninggalkan tidur malam) adalah juga bagian dari riyadhah mbah Kyai Dalhar. Sampai dengan sekarang, meninggalkan tidur malam ini menjadi bagian adat kebiasaan yang berlaku bagi para putera – putera di Watucongol.
Karamahnya
Sebagai seorang auliyaillah, mbah Kyai Dalhar mempunyai banyak karamah. Diantara karamah yang dimiliki oleh beliau ialah :
  • Suaranya apabila memberikan pengajian dapat didengar sampai jarak sekitar 300 meter walau tidak menggunakan pengeras suara

  • Mengetahui makam – makam auliyaillah yang sempat dilupakan oleh para ahli, santri atau masyarakat sekitar dimana beliau – beliau tersebut pernah bertempat tinggal

  • Dll
Karya – karyanya

Karya mbah Kyai Dalhar yang sementara ini dikenal dan telah beredar secara umum adalah KitabTanwirul Ma’ani. Sebuah karya tulis berbahasa Arab tentang manaqib Syeikh As-Sayid Abil Hasan ‘Ali bin Abdillah bin Abdil Jabbar As-Syadzili Al-Hasani, imam thariqah As-Syadziliyyah. Selain daripada itu sementara ini masih dalam penelitian. Karena salah sebuah karya tulis tentang sharaf yang sempat diduga sebagai karya beliau setelah ditashih kepada KH Ahmad Abdul Haq ternyata yang benar adalah kitab sharaf susunan Syeikh As-Sayid Mahfudz bin Abdurrahman Somalangu. Karena beliau pernah mengajar di Watucongol, setelah menyusun kitab tersebut di Tremas. Dimana pada saat tersebut belum muncul tashrifan ala Jombang.
Murid – muridnya

Banyak sekali tokoh – tokoh ulama terkenal negara ini yang sempat berguru kepada beliau semenjak sekitar tahun 1920 – 1959. Diantaranya adalah KH Mahrus, Lirboyo ; KH Dimyathi, Banten ; KH Marzuki, Giriloyo dll.
Wafatnya
Sesudah mengalami sakit selama kurang lebih 3 tahun, Mbah Kyai Dalhar wafat pada hari Rabu Pon, 29 Ramadhan 1890 – Jimakir (1378 H) atau bertepatan dengan 8 April 1959 M. Ada yang meriwayatkan jika beliau wafat pada 23 Ramadhan 1959. Akan tetapi 23 Ramadhan 1959 bukanlah hari Rabu namun jatuh hari Kamis Pahing. Menurut kakek penulis yaitu KH Ahmad Abdul Haq (putera laki-laki mbah Kyai Dalhar), yang benar mbah Kyai Dalhar itu wafat pada hari Rabu Pon.
Demikianlah manaqib singkat yang sebenarnya ditulis semoga menjadikan faham pada semua pihak. Penulis adalah cucu dari Mbah Kyai Dalhar dari jalur ibu. Adapun nasabnya yang sampai pada beliau dengan tartib adalah ibu penulis sendiri bernama Fitriyati binti KH Ahmad Abdul Haq bin KH Nahrowi Dalhar.
Ditulis oleh : Muhammad Wava Al-Hasani

ZAKAT FITRAH DENGAN UANG

Pertanyaan :
Bolehkah membayar zakat fitrah dengan uang?
Jawaban :
Membayar zakat fitrah dengan uang, menurut Syafi’iyyah tidak diperbolehkan, sedangkan menurut Hanafiyyah diperbolehkan.

Catatan Penting :

Berpijak pada pendapat yang memperbolehkan pembayaran zakat fitrah dengan uang (yakni hanya Hanafiyah) maka menurut kalangan ini, mengenai kadar uang yang dikeluarkan adalah disesuaikan nilai / harga bahan-bahan makanan yang manshush (disebutkan secara eksplisit dalam hadis) sebagai zakat fitrah, yakni

1 sho’ tamr / kurma, atau
1 sho’ gandum sya’ir, atau
½ sho’ zabib / anggur, atau
½ sho’ gandum burr

Yang kesemuanya mengacu pada nilai harga saat mulai terkena beban kewajiban (waqtul wujub).

Referensi :

Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab VI/113
Tarsyih al-Mustafîdîn, 154
Al-Mughni li Ibn Qudâmah II/357
Radd al-Mukhtâr II/286
Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah XX/243
Al-Inâyah Syarh al-Hidâyah III/245
Al-Fiqh al-Islâmi wa Adillatuh II/909

المجموع الجزء السادس ص: 113
( مسألة ) لا تجزئ القيمة في الفطرة عندنا . وبه قال مالك وأحمد وابن المنذر . وقال أبو حنيفة يجوز حكاه ابن المنذر عن الحسن البصري وعمر بن عبد العزيز والثوري قال وقال إسحاق وأبو ثور لا تجزئ إلا عند الضرورة

...............

رد المختار الجزء الثاني ص : 286
( وجاز دفع القيمة في زكاة وعشر وخراج وفطرة ونذر وكفارة غير الإعتاق ) وتعتبر القيمة يوم الوجوب وقالا يوم الأداء . وفي السوائم يوم الأداء إجماعا وهو الأصح ويقوم في البلد الذي المال فيه ولو في مفازة ففي أقرب الأمصار إليه فتح .

..........

فقه الاسلامى الجزء الثانى ص: 909-910
قال الحنفية تجب زكاة الفطر من أربعة أشياء الحنطة والشعير والتمر والزبيب وقدرها نصف صاع من حنطة أو صاع من شعير أو تمر أو زبيب والصاع عند أبي حنيفة ومحمد ثمانية أرطال بالعراقي، والرطل العراقي مئة وثلاثون درهماً، ويساوي 3800 غراماً؛ لأنه عليه السلام كان يتوضأ بالمد رطلين، ويغتسل بالصاع ثمانية أرطال وهكذا كان صاع عمر رضي الله عنه وهو أصغر من الهاشمي، وكانوا يستعملون الهاشمي.. إلى أن قال.. دفع القيمة: ويجوز عندهم أن يعطي عن جميع ذلك القيمة دراهم او دنانير او فلوسا او عروضا او ما شاء لأن الواجب في الحقيقة إغناء الفقير لقوله صلى الله عليه وسلم اغنوهم عن المسألة في مثل هذا اليوم والإغناء يحصل بالقيمة بل اتم واوفر وايسر لأنها اقرب الى دفع الحاجة فتبين ان النص معلل بالإغناء

Sumber:
http://lbm.lirboyo.net/zakat-fitrah-dengan-uang/